Skip to main content

MENAWAR PATRIARKI DENGAN MENJADI TERDIDIK


Membaca buku adalah salah satu tahapan panjang yang banyak orang kesulitan, membaca review atau summary suatu buku dapat menjadi pilihan yang tepat. Pembahasan singkat tentang buku yang ditulis oleh Westover dibungkus dengan sangat apik di artikel rilisan magdalene.co.
Patriarki, sebuah istilah yang jarang disebut di tengah masyarakat awam, tapi diimplementasikan oleh sebagian besar rakyat negeri ini. Terutama di Jawa, konsep patriarki dan dominansi laki-laki adalah sebuah keniscayaan. Konstruksi sosial masyarakat tentang laki-laki dan superioritasnya, membuat perempuan mendapatkan banyak diskriminasi tanpa disadari masyarakat itu sendiri. Dari kecil sampai dewasa, saya sering mendengar "Jadi perempuan jangan punya ambisi besar-besar, tanggung jawab perempuan kan ada di Dapur-Sumur-Kasur". Padahal perempuan tidak sekerdil 3 hal pokok tersebut, terlalu banyak potensi perempuan yang terbatasi karena konstruksi sosial ini.
Sebuah perkataan Westover di bukunya "Jangan pernah menganggap remeh akses pendidikan, wahai kelas menengah", sukses menggelitik batin saya. Sebagai kaum menengah itu sendiri, saya sadar bahwa akses pendidikan adalah salah satu cara yang dapat mengubah pola pikir saya. Saya yang dari remaja tidak memiliki tujuan hidup konkrit dan hanya mengetuk semua pintu yang saya temui tanpa kepercayaan diri yang jelas. Namun tanpa sengaja karena keterpurukan dalam pencarian jati diri, saya tersesat di sebuah jalan yang membawa saya menemukan minat sejati saya.
Dengan kesempatan akses pendidikan yang membuat saya memiliki ambisi konkrit, saya akhirnya tahu kemana saya harus berjalan, apa nilai-nilai yang ingin saya persembahkan dalam hidup saya, apa fungsi yang ingin saya ambil sebagai perempuan, dan apa hak-hak yang ingin saya perjuangkan sebagai perempuan.
Saya memiliki kebebasan berbicara di dalam keluarga kecil saya, saya memiliki suara 50% dalam pengambilan keputusan dengan suami saya. Saya berdiri di lingkungan kerja saya dengan kepercayaan diri yang sama meskipun seringkali saya adalah satu-satunya wanita di tim saya. Dengan menyadari penuh bahwa populasi wanita di dunia ini jauh lebih banyak daripada laki-laki, saya yakin bahwa saya harus terus menawar patriarki dengan menjadi terdidik dan berkontribusi. Karena alasan itulah saya yang kaum menengah ini tidak menyerah dengan pendidikan saya, karena, itu adalah jalan untuk mengadvokasi kesempatan yang lebih bagi kaum perempuan dimulai dari diri saya sendiri.
Artikel lebih lengkap tentang buku Westover dapat dibaca lewat tautan di bawah:


Dita Anggraini
Bali, 19 Februari 2020


Comments

Popular posts from this blog

Pengalaman Mengikuti Short Course Australia Awards "Renewable Energy Technology & Policies"

Tim Australia Awards Short Course Renewable Energy Technology & Policies 2018 Australia Awards Indonesia yang merupakan program beasiswa dari Pemerintah Australia untuk masyarakat Indonesia bukan hanya memiliki Long Term Awards program untuk pendidikan master, namun juga memiliki program Short Term Awards untuk mengikuti pelatihan singkat dengan topik-topik tertentu. Pada tahun 2018, saya memiliki kesempatan untuk mengikuti program Short Course dalam bidang energi terbarukan bersama 20 peserta terpilih lain dari seluruh Indonesia (terutama dari Indonesia Timur). Program Short Course ini terdiri dari 3 fase dengan total durasi 8 bulan, yaitu : Precourse di Indonesia (kurang lebih 3 hari) Kunjungan ke Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Jeneponto Precourse untuk mempersiapkan keberangkatan ke Australia, disana kita mendapatkan informasi mengenai jadwal acara, universitas dan institusi tempat kita akan belajar, akomodasi, kultur budaya di Australia, dan yang paling p...

Persiapan Keberangkatan (PK) LPDP "5 HARI MENGUBAH POLA PIKIR KU"

Foto bersama PK-152 Abhinaya Estungkara Pada Agustus 2019, alhamdulillah aku mendapatkan pengumuman bahwa aku dinyatakan lulus Beasiswa LPDP untuk meneruskan master ke luar negeri. Salah satu dari rangkaian proses bagi penerima beasiswa adalah "Persiapan Keberangkatan" atau yang sering disebut PK. Persiapan untuk PK sendiri sudah dimulai beberapa minggu sebelum PK dilaksanakan. Sejak bulan September kami sudah tergabung dalam grup Whatsapp dan milis email untuk PK-152 (ini angkatan PK saya, hehe), nama angkatan PK kami adalah Abhinaya Estungkara. Kami sudah mendapatkan banyak tugas sebelum PK, pada dasarnya kegiatan PK ini "Dari Kita dan Untuk Kita", jadi semua hiburan, logistik, dan berbagai acara diisi oleh kita sendiri. Tugas-tugas PK pun beragam, seperti membuat lagu angkatan, membuat logo angkatan, membuat maskot angkatan. menghafal Visi-Misi dan Mars LPDP, membuat susunan acara, membuat koreografi angkatan, membuat kaos angkatan, merancang kegiatan bakti s...

Renewable Energy System at Green School Bali - Helping to Develop the System

It has been 3 years for me working at Green School Bali , as well as explore my curiosity about renewable energy. It is really interesting to be involved in this school, an educational institution that teaches about sustainability and prepares the students to be green leaders. I had an opportunity to be interviewed by Tech for Impact, if you want to read their publication, please read their article HERE . I will say that developing solar and hydro energy in Indonesia is not an easy job, especially since the price of electricity from the public grid is really cheap here. But there are many other values that people must believe in fighting for renewable energy, such as : 1. Think about the environment, renewable energy is clean and low emission. 2. Think about how much is the Indonesian natural resources for renewable energy, if we do not start to develop the system now, other countries will own them in the future, sad! 3. Think about showcasing the future to th...