Skip to main content

Afifah



        Pernahkah kalian terbangun dari tidur dan mendapati wajah syahdu tersenyum padamu? Wajah itu menetramkan hati dan memberi semangat padamu menyambut mentari. Hari demi hari masa kecil, masa remaja,hingga engkau dewasa wajah itu senantiasa syahdu memandangmu. Dengan senyum tulus bahagia membesarkanmu, menyiapkan sarapan setiap pagi, mencucikan baju, hingga menasehati dengan sabar setiap kesalahanmu. Pernahkah engkau merasakan tangan hangat merawatmu ketika engkau sakit? Dengan lembut mengompres dahimu ketika engkau demam. Pernahkah engkau merasakan kasih sayang tulus wanita suci dalam hidupmu? Kawan, bersyukurlah jika engkau merasakannya, merasakan keberadaan seorang malaikat utusan Tuhan dalam hidupmu. Bersyukurlah jika ada banyak waktu yang engkau habiskan bersamanya dalam hidupmu.
          Perlu engkau ketahui bahwa tidak semua orang dapat merasakan anugerah bersama wanita suci tersebut. Ada banyak orang yang ditakdirkan tidak bersamanya, ada banyak orang yang bernasib tidak merasakan kasih sayangnya. Diantaranya aku. Jika engkau ingin mengenalku lebih dekat, engkau akan memandangku sebagai wanita yang sangat beruntung. Di masa remajaku aku sangat cemerlang disekolah, menjuarai berbagai kejuaraan, parasku juga bisa dibilang sedikit manis. Sekilas orang melihatku sebagai gadis muda semangat yang penuh dengan potensi. Hingga lulus SMA aku melanjutkan kuliah di Universitas Gadjah Mada jurusan kedokteran. Kini aku sudah menikah dengan seorang engineer yang menjadi pemimpin cabang perusahaan bernama Astra. Bukankah hidupku sangat sempurna? Materi berlimpah, suami yang kaya dan soleh, anak-anak yang lucu dan cerdas, serta pekerjaanku sebagai dokter yang sangat aku nikmati sekarang.
            Sayangnya hidup ini tidak selamanya seperti yang orang lihat. Gunung batu kecil di lautan bisa jadi memiliki bagian besar dibawah air. Pohon berbunga lebat bisa jadi pernah mengalami serangan ulat yang menggerogotinya hingga hampir kandas, namun dia bertahan hingga akhirnya bisa berbunga lebat. Begitu pula hidupku, jika engkau ingin menyimaknya semoga engkau dapatkan hikmah yang dapat kau manfaatkan dalam hidupmu.
            07 April 1990, suara tangis syahdu keluar dari mulut seorang wanita tua renta di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta. Lelaki berjambang dan bertubuh tegap dengan kepala tertunduk menunggu lahirnya seorang jabang bayi. Dari ruang operasi terdengar suara tangis orok baru lahir memecah sunyinya ruang. Dokter segera keluar dari ruang operasi diikuti para perawat. Salah seorang perawat menggendong seorang bayi perempuan kecil. Kulitnya putih kemerahan, hidungnya mancung, matanya kecoklatan sangat mirip dengan ibunya. Jabang bayi tersebut memecahkan keheningan yang dirasakan lelaki berjambang dan wanita tua yang tengah berdoa dengan khusyuk. Kedua insan tersebut langsung menghampiri jabang bayi tersebut dengan suka cita. Adzan dilafalkan di telinga si jabang bayi, tangis haru dan peluk cium tertuju padanya.
            Di tengah senyum ceria sang bayi yang baru terlahir di dunia, dokter mengatakan bahwa nyawa sang ibu tidak tertolong. Kenyataan itu seolah menjadi pukulan keras ditengah kebahagiaan keluarga Sudibyo. Kebahagiaan akan lahirnya anggota keluarga baru yang sangat lucu seolah sirna. Dunia seakan runtuh di mata lelaki berjambang tersebut. Hatinya seolah teriris pisau amat sembilu, jatungnya serasa berhenti berdetak. Bagaimana dia harus menjalani kehidupan tanpa belahan jiwanya, bagaimana dia bisa membesarkan anak semata wayang yang baru saja lahir tanpa istri tercinta? Badannya begitu lunglai, mengapa harus ada rasa sakit yang mendalam di tengah kebahagiaan ini, hari itu adalah hari yang penuh dengan luka, juga hari yang membawa semangat baru untuk meneruskan cita-cita seorang wanita suci. Membesarkan anak mereka menjadi seseorang yang bermartabat dan bermanfaat.
            Hari demi hari berlalu, bayi putih yang lahir  07 April tersebut dibesarkan dengan penuh cinta dalam keluarga Sudibyo. Seorang wanita tua berperan sebagai nenek yang sangat pengasih dan sabar merawat cucunya. Diusia renta dia harus berjuang mengurusi bayi yang begitu rewel dan perlu perhatian penuh. Semuanya dia lakukan dengan sabar dan ikhlas. Membuatkan susu setiap hari, menngganti popok, memandikan, mengajari berbicara, dan melakukan semua kewajiban seorang ibu. Kesucian dan kesabarannya mendidik cucunya tersebut akan membuahkan hasil yang membanggakan kelak, meskipun pada akhirnya wanita tua itu tidak dapat menyaksikan keberhasilan sang cucu.
            Imam Ali Sudibyo seorang dosen Universitas Negeri ternama di Jogja, seorang intelektual yang penuh dengan prestasi akademik, seorang yang memiliki materi berlimpah dan relasi yang luas. Tidak ada orang yang menyangka di balik senyuman wibawanya ada selangsa kesepian hati. Tahun demi tahun dia lewati tanpa sosok pendamping hidup. Membesarkan seorang anak perempuan dengan bantuan ibunya yang sudah tua. Memang nenek sang cucu tidak setuju menggunakan jasa Baby Sister, karena baginya sang cucu adalah jiwa suci yang pembentukan kepribadiannya ada di tangan kita. Tidak ingin mengambil resiko pendidikan cucu semasa kecil berada di tangan orang asing, sang nenek memilih mengurus sendiri cucunya selagi dia masih hidup. Biarlah sisa hidupnya dia habiskan untuk bahagia melihat perkembangan sang cucu. Imam hanya bisa menuruti kemauan ibundanya, dia tahu anaknya adalah satu-satunya harta paling berharga yang mereka miliki.
            April 2000, gerimis membasahi daun-daun di pemakaman umum Condong Catur. Nenek yang bertahun-tahun membesarkan jabang bayi tersebut telah tiada karena serangan jantung. Beliau dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Condong Catur Yogyakarta setelah seminggu dirawat di RS Sardjito. Cucu kesayangannya yang berusia sepuluh tahun nampak sangat bersedih di pelukan sang ayah. Matanya nanar begitu sedih mengetahui neneknya telah tiada. Nenek yang ia kenal sebagai ibu, nenek yang membesarkan dan menemaninya selama ini. Begitu sedih ia jika ingat semua kebandelannya yang membuat neneknya susah, begitu sedih hatinya mengingat masa-masa bersama neneknya. Dia mengenal neneknya bukan sekedar sebagai pengganti ibu, namun juga sebagai sosok suci yang membuatnya mengenal siapa ibunya. Lewat neneknya dia melihat foto-foto ibundanya semasa hidup, mengenal kepribadian sang bunda yang sangat lemah lembut dan penuh kasih sayang, serta belajar bagaimana berdoa dan menghargai hidup.
            Kematian neneknya membuat gadis kecil itu kehilangan semangatnya beberapa waktu, mengurung diri di kamar karena rasa kehilangan yang sangat, jiwanya begitu terguncang karena takut kesepian. Dia sangat menyadari kesibukan ayahnya selama ini, rumah diurusi oleh pembantu, sedangkan ayahnya sangat sibuk bekerja. Dia tidak mengerti mengapa Tuhan begitu cepat mengambil orang-orang yang dia sayangi. Pada akhirnya gadis kecil itu hanya tenggelam dalam renungan berkepanjangan, yang menuntunya menjadi gadis kuat di tengah kesibukan ayahnya.
            Kini gadis kecil itu harus hidup tanpa sosok seorang nenek ataupun seorang ibu. Ayahnya Imam memang menggunakan jasa pembantu untuk mengurus rumah dan segala kebutuhannya, namun itu tidak menggantikan posisi nenek dalam hidupnya. Bukankah neneknya mengajarinya berdoa setiap hari, neneknya mengenalkannya kepada sosok ibundanya yang sudah lebih dahulu pergi ke langit, neneknya selalu sabar menasehati kenakalan demi kenakalan yang dia lakukan, neneknya membuatkan makanan kesukaannya dengan bahan-bahan terbaik karena ingin cucunya menjadi orang yang cerdas, neneknya mengorbankan masa tuanya yang renta untuk mengurusnya setiap hari, meskipun usia sedikit demi sedikit menggerogoti badannya. Namun bertambah lemahnya tubuh dan kesehatannya tidak mengurangi sedikitpun kebesaran hatinya untuk menjadi pendidik yang baik bagi generasi penerusnya. Gadis kecil itu, tumbuh menjadi orang yang banyak berfikir tentang cinta dan kasih sayang, di tengah minimnya kasih yang ia dapatkan.
            Tahun demi tahun berganti, gadis kecil tersebut kini telah dewasa. Ayahnya yang notabene seorang dosen, membuat pendidikannya sangat diperhatikan. Gadis itu menjadi sosok yang terbiasa rajin belajar sedari kecil, dia sangat ingat akan kata-kata neneknya, “Jangan malas belajar sayang, engkau harus ingat bahwa kelak engkau akan tumbuh dewasa, dan anak-anaknmu berhak terlahir dari rahim seorang perempuan yang cerdas”. Kata-kata neneknya ditanamkan dalam hati untuk menjadi motivasi hidupnya. Meskipun kini ibunda dan neneknya telah tiada, cinta mereka tetap abadi menemaninya setiap waktu. Itu yang menyebabkannya begitu bersemangat dalam berkarya. Itu pula yang menyebabkan dia pantang menyerah dalam menggapai cita-citanya.
            Sekarang dia sudah lulus dari Fakultas Kedokteran Umum Universitas Gadjah Mada, S2 di Jerman dan mengambil spesialis kandungan. Dia menjadi salah satu dokter spesialis kandungan di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta. Baru setelah dewasa dia mengetahui bahwa ibundanya mengidap Eklamsia ketika mengandung dirinya. Pre-Eklamsia adalah kondisi umum yang terjadi saat wanita hamil, ditandai dengan tekanan darah tinggi dan kandungan protein dalam urin yang meningkat. Eklamsia adalah tahap akhir dan paling parah dari penderita Pre-Eklamsia, yang dapat menyebabkan kejang-kejang, koma, bahkan kematian. Baru dia tahu dari cerita ayahnya bagaimana ibunya mempertahankan kehamilannya mesikpun mengetahui penyakit yang dideritanya. Ibudanya tidak peduli dengan resiko kematian yang mengancamnya karena ingin melihat anaknya hidup. Ibunya ingin memberikan keturunan bagi suami dan penerus keluarga. Dia ingin anaknya dapat melihat indahnya dunia dan indahnya perjuangan.
            Kini dia semakin menyadari mulianya perempuan. Masa-masa sulit yang ia alami tanpa kasih sayang seorang ibunda telah mengajarkannya bersyukur. Meskipun masa kecilnya dia lewati tanpa ibunda, kini dia telah berkeluarga dan memiliki seorang anak yang begitu lucu. Dia berikan yang terbaik bagi anaknya agar menjadi penerus yang bermanfaat dan berkepribadian mulia. Dia ajarakan kepada anaknya kasih sayang dan cinta agar anaknya tumbuh menjadi orang yang suka memberi. Pengorbanan ibunya, neneknya, ayahnya, dan seluruh orang-orang di sekitar yang memberinya hikmah, menjadikannya dewasa dan menghargai kodratnya sebagai seorang perempuan. Perempuanlah yang melahirkan dan menyusui. Perempuan dengan tulus mengabdikan diri kepada suami dan pendidikan anak. Kini gadis yang bernama Afifah Fitiya tersebut menjadi gadis yang mapan dalam karir, berbakti kepada suami, dan menjadi ibu yang baik bagi anaknya, seperti namanya Afifah, yang berarti kesucian.

Comments

Popular posts from this blog

Pengalaman Mengikuti Short Course Australia Awards "Renewable Energy Technology & Policies"

Tim Australia Awards Short Course Renewable Energy Technology & Policies 2018 Australia Awards Indonesia yang merupakan program beasiswa dari Pemerintah Australia untuk masyarakat Indonesia bukan hanya memiliki Long Term Awards program untuk pendidikan master, namun juga memiliki program Short Term Awards untuk mengikuti pelatihan singkat dengan topik-topik tertentu. Pada tahun 2018, saya memiliki kesempatan untuk mengikuti program Short Course dalam bidang energi terbarukan bersama 20 peserta terpilih lain dari seluruh Indonesia (terutama dari Indonesia Timur). Program Short Course ini terdiri dari 3 fase dengan total durasi 8 bulan, yaitu : Precourse di Indonesia (kurang lebih 3 hari) Kunjungan ke Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Jeneponto Precourse untuk mempersiapkan keberangkatan ke Australia, disana kita mendapatkan informasi mengenai jadwal acara, universitas dan institusi tempat kita akan belajar, akomodasi, kultur budaya di Australia, dan yang paling p...

Persiapan Keberangkatan (PK) LPDP "5 HARI MENGUBAH POLA PIKIR KU"

Foto bersama PK-152 Abhinaya Estungkara Pada Agustus 2019, alhamdulillah aku mendapatkan pengumuman bahwa aku dinyatakan lulus Beasiswa LPDP untuk meneruskan master ke luar negeri. Salah satu dari rangkaian proses bagi penerima beasiswa adalah "Persiapan Keberangkatan" atau yang sering disebut PK. Persiapan untuk PK sendiri sudah dimulai beberapa minggu sebelum PK dilaksanakan. Sejak bulan September kami sudah tergabung dalam grup Whatsapp dan milis email untuk PK-152 (ini angkatan PK saya, hehe), nama angkatan PK kami adalah Abhinaya Estungkara. Kami sudah mendapatkan banyak tugas sebelum PK, pada dasarnya kegiatan PK ini "Dari Kita dan Untuk Kita", jadi semua hiburan, logistik, dan berbagai acara diisi oleh kita sendiri. Tugas-tugas PK pun beragam, seperti membuat lagu angkatan, membuat logo angkatan, membuat maskot angkatan. menghafal Visi-Misi dan Mars LPDP, membuat susunan acara, membuat koreografi angkatan, membuat kaos angkatan, merancang kegiatan bakti s...

Renewable Energy System at Green School Bali - Helping to Develop the System

It has been 3 years for me working at Green School Bali , as well as explore my curiosity about renewable energy. It is really interesting to be involved in this school, an educational institution that teaches about sustainability and prepares the students to be green leaders. I had an opportunity to be interviewed by Tech for Impact, if you want to read their publication, please read their article HERE . I will say that developing solar and hydro energy in Indonesia is not an easy job, especially since the price of electricity from the public grid is really cheap here. But there are many other values that people must believe in fighting for renewable energy, such as : 1. Think about the environment, renewable energy is clean and low emission. 2. Think about how much is the Indonesian natural resources for renewable energy, if we do not start to develop the system now, other countries will own them in the future, sad! 3. Think about showcasing the future to th...