Skip to main content

Jilbab yang dulu sempat dilarang di orde baru, saat ini menjadi tren yang sering dipaksakan.

 






Artikel yang terbit tahun lalu tapi masih relevant dengan fenomena di Indonesia. Baru-baru ini, publik heboh dengan anak 19 tahun (Anaknya Ridwan Kamil), yang memutuskan tidak menggunakan kerudung. Para penghujat lupa, dia adalah gadis 19 tahun yang belajar di Eropa, di tempat yang penuh Islamophobia. Di Palestina sendiri, banyak muslimah tidak berkerudung, karena ada pendapat-pendapat berbeda soal kerudung, dan mereka secara sederhana menghargai perbedaan pendapat. Sisanya, biar yang ghaib Allah yang urus!


Kalau kita ingat-ingat, sebelum tahun 2000 an, kerudung itu jarang digunakan. Mungkin ibu, nenek, dan generasi ke atas kita tidak menggunakan kerudung. Bahkan kerudung sempat dilarang di order baru. Istri-istri kyai banyak yang tidak menggunakan kerudung dulunya.

Sekarang kerudung menjadi tren, yang tentunya bagus. Tapi tren itu produk budaya, harus disadari ini menyebabkan banyak orang menggunakan kerudung karena 'umumnya' begitu atau tekanan lingkungan. Tidak ada korelasi yang jelas antara kerudung dan perjalanan spiritual.

Ditambah saat ini dengan adanya media sosial yang sangat bebas, kejulidan, dan penghakiman orang-orang menjadi tidak terkendali. Sering sekali hadist-hadist palsu tentang siksa perempuan yang tidak berkerudung digunakan untuk menghujat atau memandang rendah orang yang tidak berkerudung. Bicara soal syariat Islam, hanya tentang masalah memakaikan kerudung pada perempuan. Ini aneh sekali, karena selama rukum Islam dan rukun Iman dijalankan, orang itu adalah Muslim.

Balik lagi soal larangan kerudung di masa orde baru, karena dilarang dan tidak umum, kebanyakan perempuan masa itu tidak berkerudung, tapi berpakaian sopan. Di belahan dunia yang lain, memakai kerudung kadang problematik, karena islamophobia yang tinggi. Misalnya di Eropa, Amerika, Korea dan sebagainya, muslimah mengalami tantangan untuk berkerudung.

Di Indonesia, privilege menggunakan kerudung harus disyukuri, karena kita dengan nyaman memakainya, dan malah menjadi tren. Tapi jangan sampai memaksakan dan menghujat orang yang tidak menggunakannya. Karena balik lagi, ada berbagai pendapat ulama soal batasan aurat. Misalnya, kalau kita ikut Imam Syafii, semua yang tidak bercadar itu terhitung masih buka aurat. Tapi ulama lain bisa beda pendapat.

Agama itu harusnya menjadikan kita bertutur kata baik, lebih santun, dewasa, dan lebih toleransi pada berbedaaan. Jika hal sepele seperti perbedaan cara berpakaian, dapat memecah belah umat, tak malukah kita dengan masa lalu kejayaan peradaban Islam? Saat para cendekiawannya menemukan ilmu matematika, kedokteran, berbagai macam ilmu science. Dan sekarang, ketika umat Islam mundur, tidak bergerak maju, malah fokus pada ranah hubungan vertikal individu dengan Tuhannya.

Comments

Popular posts from this blog

Pengalaman Mengikuti Short Course Australia Awards "Renewable Energy Technology & Policies"

Tim Australia Awards Short Course Renewable Energy Technology & Policies 2018 Australia Awards Indonesia yang merupakan program beasiswa dari Pemerintah Australia untuk masyarakat Indonesia bukan hanya memiliki Long Term Awards program untuk pendidikan master, namun juga memiliki program Short Term Awards untuk mengikuti pelatihan singkat dengan topik-topik tertentu. Pada tahun 2018, saya memiliki kesempatan untuk mengikuti program Short Course dalam bidang energi terbarukan bersama 20 peserta terpilih lain dari seluruh Indonesia (terutama dari Indonesia Timur). Program Short Course ini terdiri dari 3 fase dengan total durasi 8 bulan, yaitu : Precourse di Indonesia (kurang lebih 3 hari) Kunjungan ke Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Jeneponto Precourse untuk mempersiapkan keberangkatan ke Australia, disana kita mendapatkan informasi mengenai jadwal acara, universitas dan institusi tempat kita akan belajar, akomodasi, kultur budaya di Australia, dan yang paling p...

Persiapan Keberangkatan (PK) LPDP "5 HARI MENGUBAH POLA PIKIR KU"

Foto bersama PK-152 Abhinaya Estungkara Pada Agustus 2019, alhamdulillah aku mendapatkan pengumuman bahwa aku dinyatakan lulus Beasiswa LPDP untuk meneruskan master ke luar negeri. Salah satu dari rangkaian proses bagi penerima beasiswa adalah "Persiapan Keberangkatan" atau yang sering disebut PK. Persiapan untuk PK sendiri sudah dimulai beberapa minggu sebelum PK dilaksanakan. Sejak bulan September kami sudah tergabung dalam grup Whatsapp dan milis email untuk PK-152 (ini angkatan PK saya, hehe), nama angkatan PK kami adalah Abhinaya Estungkara. Kami sudah mendapatkan banyak tugas sebelum PK, pada dasarnya kegiatan PK ini "Dari Kita dan Untuk Kita", jadi semua hiburan, logistik, dan berbagai acara diisi oleh kita sendiri. Tugas-tugas PK pun beragam, seperti membuat lagu angkatan, membuat logo angkatan, membuat maskot angkatan. menghafal Visi-Misi dan Mars LPDP, membuat susunan acara, membuat koreografi angkatan, membuat kaos angkatan, merancang kegiatan bakti s...

Renewable Energy System at Green School Bali - Helping to Develop the System

It has been 3 years for me working at Green School Bali , as well as explore my curiosity about renewable energy. It is really interesting to be involved in this school, an educational institution that teaches about sustainability and prepares the students to be green leaders. I had an opportunity to be interviewed by Tech for Impact, if you want to read their publication, please read their article HERE . I will say that developing solar and hydro energy in Indonesia is not an easy job, especially since the price of electricity from the public grid is really cheap here. But there are many other values that people must believe in fighting for renewable energy, such as : 1. Think about the environment, renewable energy is clean and low emission. 2. Think about how much is the Indonesian natural resources for renewable energy, if we do not start to develop the system now, other countries will own them in the future, sad! 3. Think about showcasing the future to th...