Lebaran dan beribu pertanyaan, dari kapan nikah, kapan punya momongan, kok kamu gendut banget sekarang?
Ramadhan kemarin merupakan ramadhan pertama ku di negeri orang. Puasa di Stockholm nyatanya jadi pengalaman yang sangat berkesan, karena tentu, begitu banyak perbedaan dengan berpuasa di Yogyakarta. Kurang lebih 4 kali ramadhan sudah aku lalui di Bali, jadi puasa sendirian sudah biasa. Bedanya di Stockholm, puasa kita lebih panjang (17-18 jam karena sedang spring). Untungnya puasa disini adem, jadi tidak ada yang namanya haus kepanasan. Mungkin perbedaan lainnya, kalau di Bali setidaknya orang berpuasa sudah cukup dikenal ya, kalau disini, banyak orang tidak tau tentang bulan ramadhan. Sehingga banyak sekali pertanyaan tentang bulan ramadhan, puasa, dan kenapa kita harus puasa. Menjelaskan hal-hal semacam ini tentunya tidak mudah, karena kita harus berhati-hati untuk memberikan statement yang meninggalkan kesan baik, apalagi sering kali puasa tanpa makan dan minum 18 jam dianggap kurang manusiasi oleh teman-temanku.
Terlepas dari itu, bulan puasa terlewati juga. Nyatanya kita mampu menahan lapar dan minum (semoga mampu menahan nafsu-nafsu lain juga ya) dan sampai juga aku ke hari lebaran. Meskipun lebaran disini tidak akan seramai lebaran di Indonesia dan kita harus tetap melakukan day-to-day business sebagai mahasiswa, kami berusaha menghadirkan suasana lebaran di keluarga kecil kita. Kita tetap masak opor dan makanan ala lebaran, datang ke masjid dan solat ied, menelfon keluarga di rumah. Dan, of course, menelfon keluarga di rumah bukan hanya membahagiakan.. tapi juga terkadang , membawa perasaan-perasaan lain, yang membuatku harus refleksi diri dan bersemedi hari itu.
Tentunya, kita semua tau lebaran juga merupakan wadah memberi dan menjawab berbagai pertanyaan tentang hidup orang, mulai dari, kapan lulus, kapan pulang, kapan menikah, kapan punya momongan, segera lah punya momongan, kapan nambah momongan, kerja dimana sekarang, kurusin badannya, gendut banget, sampai ada pertanyaan menohok juga, masih Islam apa enggak? 😅
Sejujurnya, aku sudah terlatih untuk menjawab pertanyaan semacam itu dengan tersenyum, atau sekedar mohon doanya. Namun biasanya, aku juga kesal sehabis itu. Hanya saja, tahun ini aku menyadari bahwa aku harus lebih bijaksana.
Kita merantau begitu lama, day-to-day event, ya mereka nggak tau kita melakukan apa saja, mau bertanya hal-hal spesifik juga bingung materi nya apa. Sehingga, yang bisa ditanyakan hal-hal semacam itu, hal-hal yang general, hal-hal yang tidak dianggap tabu di pengaturan masyarakat yang memang begitu ramah dan peduli satu sama lain. Aku sadar betul bahwa itu bentuk kepedulian kepada kita. Mereka khawatir jika misalnya kita tak kunjung menikah, kita akan hidup sendiri sampai tua, jika tak kunjung punya anak, kita bisa berakhir tak punya anak, atau jika kita memilih suatu jalan yang tidak familiar, kita berakhir buruk. Tentunya itu rasa sayang, dan aku sangat menghargainya.
Hanya saja, tidak semua orang tahu. Wanita adalah wanita yang begitu penuh dengan nilai dan peran, terlepas dari keputusan nya menikah atau kemampuannya memiliki keturunan. Lelaki tetaplah lelaki dengan begitu banyak nilai dan peran, terlepas apa peran yang dia pilih di dalam masyarakat. Dan kelebihan atau kekurangan suatu faktor dalam hidup mereka, tidak membuat mereka jadi kurang bernilai dan kurang berbahagia dibanding yang lain.
Hal yang kusesali adalah ketidak mampuanku untuk menjelaskan, pandangan-pandangan pribadiku tentang hidup. Dimana seringkali mereka salah menilainya. Sudah sering sekali aku mendapatkan nasehat, bahwa "hidup menjadi wanita itu jangan terlalu memikirkan dunia dan karir, segera punya anak dan mengurus keluarga, itu harus menjadi prioritas utama. Mau nyari apa sih di dunia ini? Toh tidak akan ada yang di bawa mati."
Dan aku tidak menyalahkan hal itu, pernyataan-pernyataan seperti itu nyatanya tidak kusalahkan, karena itu nilai-nilai yang valid bagi sebagian orang, termasuk bagi aku. Nyatanya, aku tidak terlalu memikiran karir hingga membuatkan belum memiliki momongan, kenyataannya, aku sangat mencintai keluargaku dan jika nantinya aku mendapatkan kemewahan untuk memiliki keturunan, aku ingin memberikan yang terbaik untuk mereka. Bukan hanya masalah material, tapi juga kasih sayang, pendidikan, waktu bersama, dan berbagai macam hal lain. Kita berdua sepakat bahwa mereka harus memiliki kehidupan yang lebih baik dan untuk saat ini, kita belum mampu memberikannya. Bukan masalah takut kekurangan rejeki, tapi karena kita menyadari, kebijaksanaan kita belum mampu mewadahi hal itu. Tentunya hal semacam ini, bukan sesuatu yang bisa kita komunikasikan dengan mudah. Aku sendiri mencoba menjelaskan kepada beberapa orang, tapi yang mereka tangkap pun berbeda dengan maksud ku. Jadi kita berdua memutuskan untuk hanya mengaminkan doa-doa baik dan berharap bahwa alam semesta mengetahui niat baik kita.
Aku selalu percaya bahwa apa yang menjadi bagianku di dunia, pasti akan datang kepadaku di saat yang tepat. Namun jika itu bukan menjadi bagian dari hidup seseorang, kita harus menghargai value orang tersebut dengan harga yang sama, bahwa dia tidak kekurangan dalam hidup, bahwa dia tetap berkontribusi dalam masyarakat, dan dia tetap berbahagia. Dasarnya kebahagian merupakan tanggung jawab individual, dan aku sendiri berkewajiban aku harus merasa utuh, dengan atau tanpa suami, anak, pekerjaan tertentu, dan hal lain yang sering diidentikan sebagai keutuhan hidup manusia. Sehingga, bagiku kurang adil ketika mendengar orang mengasihani orang lain hanya karena belum menikah atau belum memiliki anak, karena mereka tetap hidup dengan sempurna dalam jalannya.
Sama seperti pertanyaan lain kapan menikah atau kerja dimana, semua sama. Setiap orang punya pandangan tentang hal itu. Dan semuanya benar. Sampai pernyataan bahwa kita sangat gendut sekarang, aku yakin itu didasari rasa sayang dan peduli. Meskipun bagi yang bersangkutan, dapat membuatnya merasa kurang nyaman dan seperti di body shamed. Tapi back again, komunikasi adalah tentang memahami dan dipahami. Mengambil sisi positif dari segala sesuatu, dan melanjutkan hidup secara penuh dan utuh, expertise yang tentunya harus dipelajari sepanjang hayat.
At the end of the day, lebaran kali merupakan lebaran yang spesial, karena for the first time in my life, I could be happier, even when I got those kind of questions, I know that, I don't need to prove anything to other people. I just need to be content with myself and my universe is within me.
Stockholm
5 Mei 2022
This comment has been removed by the author.
ReplyDeletekedepan semoga orang2 paham dengan baik, pemikiran yg bagus mb Dita
ReplyDelete